Kurikulum Yang Membebani Siswa
Suara Merdeka Jumat, 04 Agustus 2006 KEDU & DIY
''Kurikulum Seharusnya Tak Sering Ganti''
WONOSOBO - Pakar masalah pendidikan, Prof Dr Mochtar Buchori, berpendapat kurikulum pendidikan seharusnya tidak sering diganti. ''Jangan karena ganti menteri, lalu ganti kurikulum. Untuk kurikulum pendidikan, seharusnya ada kontinuitas.''
Hal itu dilontarkan Mochtar Buchori dalam seminar pendidikan, di SMP Bakti Mulia Wonosobo, belum lama ini.
Seminar sehari dengan tema "Sekolah: Satu-satunya Pendidik? Mengembalikan Peran Orang Tua dalam Pendidikan'' itu diikuti 180 peserta, yang terdiri atas guru dan orang tua siswa, baik dari Wonosobo, Banjarnegara, Cilacap, Purwokerto maupun Purbalingga. Sebagai nara sumber, selain Mochtar Buchori, juga AG Prih Adiartanto (guru SMA Kolese de Brito Yogyakarta; FA Agus Wahyudi (guru SMA 1 Purwokerto) dan H Guno Widagdo SPd (orang tua siswa).
Mochtar menandaskan bahwa sekolah bukanlah satu-satunya pendidikan bagi anak. Dulu, lanjut dia, ada kesinambungan antara pendidikan yang diperoleh di sekolah dengan pendidikan orang tua. Namun kini sudah banyak anak yang lepas dari akarnya.
Yang Menjalankan Tugas (YMT) Kepala Dinas Pendidikan Wonosobo, H Priyo Purwanto SSos MSi menilai, saat ini beban pendidikan dioperalihkan dari orang tua kepada sekolah. Padahal pilar pendidikan adalah tanggungjawab bersama antara sekolah dan orang tua/masyarakat.
"Sekolah bukan sekadar dijadikan tempat penitipan anak untuk mendapatkan pendidikan. Untuk itu, diperlukan hubungan yang harmonis antara orang tua dengan sekolah. Hubungan dua arah yang positif".
Membebani Siswa
Agus Wahyudi kurang setuju jika untuk meningkatkan kualitas anak didik, dilakukan dengan cara menambah jam pelajaran pada sore hari. Hal itu justru dinilainya akan semakin membebani siswa dan memberatkan anak. Dia juga menyoroti praktik kapitalisme pendidikan. Hal itu menyebabkan hubungan antara guru dengan orang tua, ibarat buruh dengan pabrik.
Sedangkan Prih Adiartanto menilai, masih banyak sisi untuk mengoptimalkan peran orang tua dalam pendidikan. Pihaknya mencoba memahami keinginan dan kemauan orang tua lewat sharing. Yang penting, diperlukan jalinan komunikasi antara orang tua dengan sekolah.
H Guno Widagdo yang juga Kasubdin Pendidikan Sekolah mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir ini, kurikulum berubah cepat. Namun demikian, guru belum diajak menentukan kurikulum.
Pada kesempatan itu, sejumlah peserta mengeluhkan pelaksanaan UN, isu sekolah gratis, biaya tinggi pendidikan, profesionalisme guru dan sebagainya. (P55-24)
--------------------------------------------------------------------------------
Berita Utama Ekonomi Internasional Olahraga
Semarang Sala Pantura Muria Kedu & DIY Banyumas
Budaya Wacana
Cybernews Berita Kemarin
--------------------------------------------------------------------------------
Copyright© 1996-2004 SUARA MERDEKA
''Kurikulum Seharusnya Tak Sering Ganti''
WONOSOBO - Pakar masalah pendidikan, Prof Dr Mochtar Buchori, berpendapat kurikulum pendidikan seharusnya tidak sering diganti. ''Jangan karena ganti menteri, lalu ganti kurikulum. Untuk kurikulum pendidikan, seharusnya ada kontinuitas.''
Hal itu dilontarkan Mochtar Buchori dalam seminar pendidikan, di SMP Bakti Mulia Wonosobo, belum lama ini.
Seminar sehari dengan tema "Sekolah: Satu-satunya Pendidik? Mengembalikan Peran Orang Tua dalam Pendidikan'' itu diikuti 180 peserta, yang terdiri atas guru dan orang tua siswa, baik dari Wonosobo, Banjarnegara, Cilacap, Purwokerto maupun Purbalingga. Sebagai nara sumber, selain Mochtar Buchori, juga AG Prih Adiartanto (guru SMA Kolese de Brito Yogyakarta; FA Agus Wahyudi (guru SMA 1 Purwokerto) dan H Guno Widagdo SPd (orang tua siswa).
Mochtar menandaskan bahwa sekolah bukanlah satu-satunya pendidikan bagi anak. Dulu, lanjut dia, ada kesinambungan antara pendidikan yang diperoleh di sekolah dengan pendidikan orang tua. Namun kini sudah banyak anak yang lepas dari akarnya.
Yang Menjalankan Tugas (YMT) Kepala Dinas Pendidikan Wonosobo, H Priyo Purwanto SSos MSi menilai, saat ini beban pendidikan dioperalihkan dari orang tua kepada sekolah. Padahal pilar pendidikan adalah tanggungjawab bersama antara sekolah dan orang tua/masyarakat.
"Sekolah bukan sekadar dijadikan tempat penitipan anak untuk mendapatkan pendidikan. Untuk itu, diperlukan hubungan yang harmonis antara orang tua dengan sekolah. Hubungan dua arah yang positif".
Membebani Siswa
Agus Wahyudi kurang setuju jika untuk meningkatkan kualitas anak didik, dilakukan dengan cara menambah jam pelajaran pada sore hari. Hal itu justru dinilainya akan semakin membebani siswa dan memberatkan anak. Dia juga menyoroti praktik kapitalisme pendidikan. Hal itu menyebabkan hubungan antara guru dengan orang tua, ibarat buruh dengan pabrik.
Sedangkan Prih Adiartanto menilai, masih banyak sisi untuk mengoptimalkan peran orang tua dalam pendidikan. Pihaknya mencoba memahami keinginan dan kemauan orang tua lewat sharing. Yang penting, diperlukan jalinan komunikasi antara orang tua dengan sekolah.
H Guno Widagdo yang juga Kasubdin Pendidikan Sekolah mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir ini, kurikulum berubah cepat. Namun demikian, guru belum diajak menentukan kurikulum.
Pada kesempatan itu, sejumlah peserta mengeluhkan pelaksanaan UN, isu sekolah gratis, biaya tinggi pendidikan, profesionalisme guru dan sebagainya. (P55-24)
--------------------------------------------------------------------------------
Berita Utama Ekonomi Internasional Olahraga
Semarang Sala Pantura Muria Kedu & DIY Banyumas
Budaya Wacana
Cybernews Berita Kemarin
--------------------------------------------------------------------------------
Copyright© 1996-2004 SUARA MERDEKA
0 komentar:
Posting Komentar