Ujian Nasional Tidak Layak
Kompas, Rabu, 24 Mei 2006
UN Tak Layak Jadi Penentu Kelulusan Siswa
Yogyakarta, Kompas - Kebijakan pemerintah tentang penyelenggaraan ujian nasional terus menuai kritik. Ujian nasional dianggap tidak layak dijadikan uji penentu kelulusan siswa karena tidak adil dan kontraproduktif dengan tujuan peningkatan mutu pendidikan. Karenanya, pemerintah diminta tidak lagi menggelar UN sebagai penentu kelulusan siswa.
"Kalau UN digunakan untuk memetakan potensi siswa terhadap penguasaan tiga mata pelajaran, itu tidak masalah. Namun, kalau digunakan untuk penentu kelulusan siswa, itu menjadi tidak adil," kata Ketua Dewan Pendidikan Provinsi DI Yogyakarta Prof Dr Wuryadi, Selasa (23/5).
Menurut Wuryadi, di setiap daerah banyak terjadi varian kualitas pendidikan, ini berarti ujian nasional yang standar soalnya dibuat seragam di Jakarta telah mengabaikan keragaman pendidikan antardaerah. "UN juga menyalahi prinsip-prinsip otonomi daerah bidang pendidikan," katanya.
Ag Prih Adiartanto, Wakil Kepala Sekolah Bidang Akademik SMA Kolese de Brito berpendapat, UN tidak adil dijadikan instrumen penentu kelulusan siswa karena UN hanya mengukur kemampuan kognitif siswa pada tiga mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika. "Kembalikan penentuan kelulusan siswa kepada sekolah, karena sekolah lebih tahu proses siswa selama belajar tiga tahun," katanya
Nasarius Sudaryono, Kepala Laboratorium Dinamika Edukasi Dasar, mengemukakan, pernyataan Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo bahwa dimungkinkan digelar UN ulangan setelah melihat hasil UN (Kompas, 21/5), adalah bukti pemerintah tidak percaya alat ujinya sendiri. Ini juga membuktikan penyelenggaraan UN tak ada kaitannya dengan peningkatan kualitas. Berarti pemerintah pun hanya mengejar capaian nilai UN, bukan kualitas. (RWN/PRA)
UN Tak Layak Jadi Penentu Kelulusan Siswa
Yogyakarta, Kompas - Kebijakan pemerintah tentang penyelenggaraan ujian nasional terus menuai kritik. Ujian nasional dianggap tidak layak dijadikan uji penentu kelulusan siswa karena tidak adil dan kontraproduktif dengan tujuan peningkatan mutu pendidikan. Karenanya, pemerintah diminta tidak lagi menggelar UN sebagai penentu kelulusan siswa.
"Kalau UN digunakan untuk memetakan potensi siswa terhadap penguasaan tiga mata pelajaran, itu tidak masalah. Namun, kalau digunakan untuk penentu kelulusan siswa, itu menjadi tidak adil," kata Ketua Dewan Pendidikan Provinsi DI Yogyakarta Prof Dr Wuryadi, Selasa (23/5).
Menurut Wuryadi, di setiap daerah banyak terjadi varian kualitas pendidikan, ini berarti ujian nasional yang standar soalnya dibuat seragam di Jakarta telah mengabaikan keragaman pendidikan antardaerah. "UN juga menyalahi prinsip-prinsip otonomi daerah bidang pendidikan," katanya.
Ag Prih Adiartanto, Wakil Kepala Sekolah Bidang Akademik SMA Kolese de Brito berpendapat, UN tidak adil dijadikan instrumen penentu kelulusan siswa karena UN hanya mengukur kemampuan kognitif siswa pada tiga mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika. "Kembalikan penentuan kelulusan siswa kepada sekolah, karena sekolah lebih tahu proses siswa selama belajar tiga tahun," katanya
Nasarius Sudaryono, Kepala Laboratorium Dinamika Edukasi Dasar, mengemukakan, pernyataan Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo bahwa dimungkinkan digelar UN ulangan setelah melihat hasil UN (Kompas, 21/5), adalah bukti pemerintah tidak percaya alat ujinya sendiri. Ini juga membuktikan penyelenggaraan UN tak ada kaitannya dengan peningkatan kualitas. Berarti pemerintah pun hanya mengejar capaian nilai UN, bukan kualitas. (RWN/PRA)
0 komentar:
Posting Komentar